28 Mei 2023

Waspada Usus Buntu Pecah, Ini Gejala dan Penyebabnya!

Selain meradang, usus buntu juga bisa pecah, Moms!
Waspada Usus Buntu Pecah, Ini Gejala dan Penyebabnya!

Moms mungkin sudah sering mendengar soal radang usus buntu. Namun, tahukah Moms kalau pasien bisa mengalami usus buntu pecah?

Menurut National Health Service, usus buntu adalah kantong kecil dan tipis dengan panjang sekitar 5 hingga 10cm dan terhubung dengan usus besar.

Usus buntu terjadi ketika organ berbentuk kantong kecil yang terhubung dengan usus besar dan usus halus di perut mengalami infeksi.

Nah, hati-hati karena usus buntu yang meradang terus bisa pecah dan menyebabkan masalah yang lebih serius.

Jadi apa saja ciri-ciri usus buntu pecah dan apa yang harus dilakukan?

Cari tahu penjelasannya di bawah ini, yuk, Moms.

Gejala Usus Buntu Pecah

Ilustrasi Usus Buntu Pecah
Foto: Ilustrasi Usus Buntu Pecah (Orami Photo Stock)

Radang usus buntu atau yang dikenal dengan appendicitis adalah penyakit yang umum dijumpai di masyarakat.

Penyakit ini biasanya muncul tiba-tiba, dengan insidensi tertinggi pada rentang usia 20-30 tahun. Namun, sebenarnya dapat muncul pada kelompok usia manapun.

"Laki-laki sedikit lebih sering terkena penyakit ini," jelas dr. Sugiharto Purnomo, Dokter Spesialis Bedah Konsultan Bedah Digestif RS Pondok Indah – Puri Indah.

Menurut dr. Sugiharto, gejala khas pada radang usus buntu ini adalah munculnya rasa tidak nyaman atau melilit pada sekitar pusar atau ulu hati.

Dalam beberapa jam, sakitnya berpindah ke daerah perut kanan bawah. Gejala ini dapat disertai dengan mual dan muntah.

"Apabila kondisi ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat maka radang usus buntu berpotensi mengalami perforasi (pecah) yang akan mengakibatkan infeksi meluas ke seluruh daerah perut," ujar dr. Sugiharto.

Apabila sudah terjadi perforasi, biasanya pasien akan mengalami beberapa gejala berikut seperti:

  • Demam.
  • Perut tegang dan kencang.
  • Mual dan muntah.
  • Sakit perut dimulai di perut bagian atas atau tengah, menetap di perut bagian bawah di sisi kanan.
  • Gangguan buang air besar dan buang gas.
  • Sakit perut yang meningkat saat berjalan, berdiri, melompat, batuk, atau bersin.
  • Nafsu makan menurun.
  • Sembelit atau diare.
  • Takikardia (nadi menjadi cepat).
  • Hipotensi (tekanan darah turun) yang berpotensi mengancam jiwa.

Namun, menururt jurnal Acute Appendicitis, menemukan hanya sekitar setengah dari orang-orang yang menderita usus buntu yang mengalami gejala klasik ini.

Nyeri sering menyebar ke seluruh perut pada bayi dan anak-anak.

Pada orang hamil dan orang tua, perut mungkin keras dan nyeri mungkin tidak terlalu parah.

Setelah usus buntu pecah, gejalanya bervariasi tergantung pada apa yang terjadi.

Pada awalnya, Moms mungkin benar-benar merasa lebih baik selama beberapa jam karena tekanan tinggi di usus buntu kita telah hilang.

Ketika bakteri meninggalkan usus dan memasuki rongga perut, lapisan di bagian dalam perut dan di luar organ perut menjadi meradang. Kondisi ini disebut peritonitis.

Ini adalah kondisi yang sangat serius dan bisa sangat menyakitkan, sehingga membutuhkan perawatan segera. Gejalanya akan mirip dengan apendisitis, yaitu:

  • Rasa sakit ada di seluruh perut kita.
  • Rasa sakitnya konstan dan lebih parah.
  • Demam seringkali lebih tinggi.
  • Pernapasan dan detak jantung cepat.
  • Menggigil, lemah, dan kebingungan

Baca Juga: TBC Usus Bisa Sebabkan Muntah dan Diare, Ini yang Perlu Diketahui

Ketika ada infeksi di perut kita, jaringan di sekitarnya terkadang mencoba untuk menutupinya dari rongga perut lainnya.

Jika berhasil, maka akan terbentuk abses. Ini adalah kumpulan bakteri dan nanah yang tertutup. Gejala abses juga mirip dengan apendisitis, kecuali:

  • Rasa sakit mungkin ada di satu area, tetapi tidak harus di perut kanan bawah.
  • Rasa sakitnya bisa berupa nyeri tumpul atau tajam dan menusuk.
  • Demam biasanya terus-menerus, bahkan saat Moms minum antibiotik.
  • Menggigil dan lemas.

Jika tidak diobati, maka bakteri dari usus buntu yang pecah dapat masuk ke aliran darah, menyebabkan kondisi serius yang disebut sepsis.

Ini adalah peradangan yang terjadi di seluruh tubuh kita. Beberapa gejala sepsis adalah berikut ini:

  • Demam atau suhu rendah.
  • Detak jantung dan pernapasan cepat.
  • Panas dingin.
  • Kelemahan.
  • Kebingungan.
  • Tekanan darah rendah.

Baca Juga: 4 Cara Cepat Mengatasi Asam Lambung Naik

Penyebab Usus Buntu Bisa Pecah

Penyebab Usus Buntu Bisa Pecah
Foto: Penyebab Usus Buntu Bisa Pecah (Orami Photo Stock)

Menurut seorang pakar dari Rowan School of Osteopathic Medicine di Amerika Serikat, dr. Jennifer Caudle, usus buntu akan pecah bila radang usus buntu tidak ditangani sampai tuntas.

Biasanya usus buntu mengalami peradangan karena tersumbat, sehingga bakteri terus berkembang biak dan menyebabkan infeksi.

Nah, bila sumbatan dan infeksi ini tidak segera diobati, banyaknya bakteri dan nanah yang dihasilkan akibat infeksi tersebut akan semakin menyumbat usus buntu.

Lama-lama, usus buntu pun akan sobek atau pecah karena sudah tidak bisa menahan sumbatan lagi.

Menurut dr. Jennifer, usus buntu pecah adalah kondisi gawat darurat yang harus segera ditangani oleh dokter di rumah sakit.

Bila tidak segera ditangani, usus buntu pecah dapat menyebabkan kematian.

Sebuah penelitian dalam Journal of the American College of Surgeons menguak bahwa risiko usus buntu pecah meningkat dari 2-5% jika Moms langsung periksa ke dokter setelah menyadari adanya ciri-ciri usus buntu.

Akan tetapi, bila dalam waktu 36 jam Moms tidak langsung memeriksakan gejalanya ke dokter, risiko usus buntu pecah bisa meningkat hingga 2 kali lipat.

Baca Juga: Apakah Penyakit Lupus Dapat Disembuhkan?

Penanganan Usus Buntu Pecah

Usus Buntu Tanpa Operasi
Foto: Usus Buntu Tanpa Operasi (Medicalnewstoday.com)

Ketika Moms mencurigai ciri-ciri usus buntu pecah yang sudah disebutkan di atas, langsung kunjungi IGD atau klinik terdekat.

Ini adalah kondisi gawat darurat karena isi usus buntu yang sobek akan bocor ke dalam perut.

1. Operasi Pengangkatan Usus Buntu

Perawatan untuk usus buntu yang pecah adalah pengangkatan usus buntu Moms melalui operasi.

Peritonitis diobati dengan membersihkan rongga perut selama operasi untuk menghilangkan bakteri.

Moms biasanya akan menerima antibiotik melalui pembuluh darah, setidaknya untuk beberapa hari pertama. Atau beberapa minggu untuk memastikan infeksinya sembuh.

Sering kali, usus buntu kita akan diangkat. Jika ada abses yang besar, dokter mungkin ingin mengeluarkannya sebelum operasi.

Ini dilakukan dengan memasukkan tabung ke dalam abses dan membiarkan bakteri yang mengandung cairan dan nanah keluar.

Studi Pubmeds mengungkapkan, bila nanah yang bertumpuk sudah terlalu banyak, dokter mungkin perlu menyedotnya terlebih dahulu sebelum melakukan operasi.

Ini bisa memakan waktu beberapa minggu, jadi Moms mungkin akan dipulangkan dengan drainase terpasang serta antibiotik.

Ketika abses sudah terkuras dan infeksi serta peradangan terkontrol, dokter Moms akan melakukan operasi.

Dokter juga akan memberikan pengobatan antibiotik untuk melawan infeksi.

Seberapa lama anak atau Moms perlu mengonsumsi antibiotik, ini tergantung pada parah atau tidaknya kondisi usus buntu saat itu.

2. Bedah Minimal Invasive

Kedua adalah bedah minimal invasive. Keuntungan dari bedah minimal invasive adalah berikut ini:

  • Tingkat nyeri minim.
  • Pemulihan lebih cepat.
  • Menimbulkan bekas luka operasi yang lebih kecil.

3. Terapi Antibiotik

Ada penelitian yang menggunakan terapi antibiotik atau tanpa operasi untuk penanganan usus buntu dengan hasil tingkat keberhasilan 80%.

Namun, terapi ini hanya dapat digunakan pada kasus radang usus buntu yang belum mengalami komplikasi.

Terapi non-operatif juga akan memperpanjang masa rawat di rumah sakit dan berhubungan dengan kemungkinan 20% pasien akan mengalami radang usus buntu berulang.

Baca Juga: 25 Makanan untuk Penderita Radang Usus Buntu dan Radang Usus Besar

Karena itu, sebaiknya bila Moms mencurigai ciri-ciri usus buntu pecah atau punya pertanyaan tertentu, segera konsultasikan ke dokter sebelum terlambat.

  • https://www.journalacs.org/article/S1072-7515(06)00505-9/fulltext
  • https://www.bmj.com/content/333/7567/530.long
  • https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21034941/
  • https://www.nhs.uk/conditions/appendicitis/

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb