28 Mei 2020

Cara Mengajarkan Konsep Gender Kepada Balita

Orang tua juga perlu tahu alasan pentingnya mengajarkan gender pada balita
Cara Mengajarkan Konsep Gender Kepada Balita

Banyak orang berpikir gender dan seks atau jenis kelamin memiliki makna sama. Padahal, kedua kata tersebut memiliki arti yang berbeda.

Agar bisa mengajarkan gender pada balita, orang tua harus paham dulu perbedaan antara gender dan jenis kelamin.

Dikutip dari situs web The Conversation, jenis kelamin adalah identitas seseorang yang ditentukan berdasarkan alat kelamin di tubuhnya: laki-laki, perempuan, atau interseks (orang yang jenis kelaminnya tidak tipikal dengan deskripsi jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan).

Sementara, gender adalah perbedaan peran, fungsi, status dan tanggung jawab pada laki-laki dan perempuan. Perbedaan tersebut dibentuk oleh lingkungan, budaya dan adat istiadat masyarakat.

Meski sekilas terdengar sebagai bahasan yang “berat”, sesungguhnya dalam keseharian kita lekat dengan hal-hal yang berkaitan dengan gender.

Misalnya, merah muda atau pink yang sering disebut sebagai “warna perempuan”; boneka adalah “mainan anak perempuan”; anak laki tidak boleh menangis; memasak adalah tugas perempuan; dan sebagainya.

Baca Juga: Begini 7 Tips Menerapkan Gender Neutral Parenting

Mengajarkan Gender pada Balita

Dalam situs web Mashable, Dr. Christy Olezeski, direktur program gender kesehatan anak di Yale mengatakan jika mengajarkan gender pada balita perlu dilakukan orang tua karena dapat membantu anak menjadi lebih percaya diri dengan dirinya sendiri.

Anak biasanya mulai bisa mengidentifikasi dirinya laki-laki atau perempuan pada usia 2 atau 3 tahun. Pada usia itu pula orang tua dapat mulai mengajarkan gender pada balita.

Bila Moms dan Dads masih bingung tentang bagaimana cara mengajarkan gender pada balita, baca dulu poin-poin berikut menurut Planned Parenthood.

1. Pahami Alasannya

caroline-hernandez-TMpQ5R9mbOc-unsplash.jpg
Foto: caroline-hernandez-TMpQ5R9mbOc-unsplash.jpg

Foto: Unsplash

Setiap orang tua mempunyai alasan yang berbeda mengapa ingin mengajarkan gender pada balita. Ada yang ingin agar anaknya dapat lebih bebas berekspresi, lebih berani, atau agar menganggap tiap orang adalah sama apa pun jenis kelaminnya.

Dengan memahami alasan mendasar mengajarkan gender pada balita, Moms dan Dads dapat mengajarkan konsep gender cara yang lebih konkret.

Baca Juga:Perlukah Membeli Mainan Sesuai Jenis Kelamin Bayi?

2. Ajak Bermain Peran

baby-blur-boy-child-301977.jpg
Foto: baby-blur-boy-child-301977.jpg

Foto: Pexels

Anak senang bermain peran. Moms dan Dads dapat mengajarkan gender pada balita melalui permainan peran (role play). Misalnya, Moms berperan sebagai seorang ayah dan Si Kecil menjadi seorang ibu.

Moms dapat menunjukkan peran seorang ayah kepada Si Kecil, misalnya, bekerja untuk mencari nafkah, membantu ibu mengerjakan tugas-tugas rumah tangga, menemani anak bermain, dan sebagainya.

Moms juga dapat memperlihatkan peran seorang ibu, misalnya, mengurus rumah tangga, bekerja atau berkarya di luar rumah, menemani anak belajar dan bermain, dan sebagainya.

3. Bicara Tentang Stereotip

iStock_65230039_wide.jpg
Foto: iStock_65230039_wide.jpg

Foto: Babycenter

Mungkin Moms pernah mendengar si anak laki-laki bilang, “Aku enggak mau pakai baju warna pink, itu ‘kan buat perempuan”.

Nah, Moms bisa menjelaskan kepada Si Kecil bahwa tiap orang boleh memiliki kesukaan terhadap warna apa pun, sama seperti tiap orang boleh memiliki kesukaan terhadap makanan apa pun.

Tekankan bahwa kita tidak boleh mencela atau mengejek kesukaan seseorang karena itu adalah hak mereka, jadi kita harus menghormatinya.

Baca Juga: Jenis Kelamin saat Lahir Berbeda dengan USG, Kok Bisa?

4. Biarkan Anak Bereksplorasi

ELLE-Suisse-Activités-extrascolaires-enfants-et-ados.jpg
Foto: ELLE-Suisse-Activités-extrascolaires-enfants-et-ados.jpg

Foto: Ellesuisse

Kadang, anak ingin melakukan sesuatu yang sebenarnya bisa dilihat sebagai eksplorasi gender. Misalnya, si anak laki-laki ingin main masak-masakan, si anak perempuan ingin main panjat pohon seperti teman-teman laki-lakinya.

Menurut Ellen Braaten, Ph.D., direktur Learning and Emotional Assessment Program di Massachusetts General Hospital, ini adalah bagian dari perkembangan yang normal. Orang tua tidak perlu membesar-besarkan preferensi anak yang mungkin tidak sama dengan anak kebanyakan.

Bisa saja sifatnya sementara, atau bisa saja Si Kecil memang memiliki minat dan bakat pada hal itu.

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb