17 November 2023

Melahirkan dengan Induksi Persalinan, Apa Aman bagi Janin?

Yuk Moms, kita simak pro kontranya!
Melahirkan dengan Induksi Persalinan, Apa Aman bagi Janin?

Moms pasti sering mendengar tentang induksi persalinan. Induksi memang digunakan untuk mempercepat kelahiran.

Namun, hal ini tidak bisa sembarang dilakukan karena induksi tidak dapat dilakukan oleh semua ibu hamil.

Induksi persalinan hanya boleh dilakukan bila ada indikasi khusus yang mengganggu proses normal kehamilan.

Jika Moms sedang hamil, penting memahami mengapa dan bagaimana induksi persalinan dilakukan sehingga Moms dapat mempersiapkan diri.

Ternyata metode ini juga memiliki syarat serta risikonya, lho Moms. Yuk kita simak penjelasannya di bawah ini.

Baca Juga: 8 Rekomendasi Sekolah Internasional di Jakarta yang Terbaik

Pengertian Induksi

Persalinan Induksi
Foto: Persalinan Induksi (Freepik)

Induksi adalah stimulasi kontraksi rahim selama kehamilan sebelum persalinan dimulai dengan sendirinya untuk mencapai kelahiran pervaginam.

Dokter biasanya merekomendasikan induksi persalinan karena berbagai alasan, terutama jika ada kekhawatiran terhadap kesehatan ibu atau kesehatan bayi.

Salah satu faktor terpenting dalam memprediksi kemungkinan keberhasilan metode ini adalah seberapa lunak dan distensi serviks (pematangan serviks).

Dalam beberapa kasus, metode ini dilakukan untuk alasan nonmedis, seperti tinggal jauh dari rumah sakit.

Ini disebut induksi elektif. Induksi elektif tidak boleh terjadi sebelum 39 minggu kehamilan.

Baca Juga: Pengganti Jamur Enoki, Ini 12 Jenis Jamur yang Bisa Dimakan

Syarat Induksi

Induksi
Foto: Induksi (Freepik)

Untuk menentukan Moms perlu melakukan induksi persalinan atau tidak, dokter akan mengevaluasi beberapa faktor.

Dokter akan mengecek kesehatan Moms, kesehatan bayi di dalam kandungan, usia kehamilan, berat, posisi bayi, dan status serviks Moms.

Berikut ini syarat induksi persalinan yang harus dilakukan sebagai berikut:

1. Usia Kehamilan

Syarat melakukan metode ini yang pertama adalah usia kehamilan melewati 1 hingga 2 minggu dari perkiraan. Pada umumnya, waktu perkiraan kelahiran bayi berada di antara usia kehamilan 38–42 minggu.

Melansir An International Journal of Obstetrics and Gynaecology, induksi dilakukan ketika usia kehamilan sudah lebih dari 42 minggu. Usia kehamilan tersebut memiliki beragam risiko, seperti bayi lahir dalam keadaan meninggal.

Dokter biasanya langsung merekomendasikan ibu hamil untuk melakukan metode ini dengan infus prostaglandi atau oksitosin vagina demi keselamatan ibu dan janin.

2. Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan ketuban setiap saat sebelum persalinan dimulai. Setelah ketuban pecah, biasanya segera disusul kontraksi.

Jika tidak ada kontraksi dalam waktu 6 sampai 12 jam, hal itu meningkatkan risiko masalah seperti:

  • Infeksi intra-amniotik (infeksi selaput yang mengandung janin) dan infeksi pada janin
  • Janin berada dalam posisi abnormal
  • Pelepasan dini plasenta (plasenta abruption)
  • Infeksi rahim dapat menyebabkan demam, keputihan yang berat atau berbau busuk, atau sakit perut.

3. Tekanan Darah Tinggi

Dokter akan merekomendasikan melakukan metode ini, jika Moms memiliki kompilasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi.

Tekanan darah tinggi selama kehamilan meningkatkan risiko preeklamsia, kelahiran prematur, solusio plasenta, dan kelahiran sesar.

Baca Juga: Obat Kontrasepsi Microgynon: Fungsi, Dosis, dan Efek Sampingnya

4. Memiliki Infeksi Rahim

Chorioamnionitis adalah infeksi bakteri yang terjadi sebelum atau selama persalinan. Kondisi tersebut terjadi ketika bakteri menginfeksi korion, amnion, dan cairan ketuban di sekitar janin.

Melansir Clinics in Perinatology, induksi menjadi pilihan bagi ibu hamil yang memiliki chorioamnionitis.

Sebab, metode tersebut bisa menghindari risiko kesehatan bayi, seperti terlahir dalam keadaan meninggal, prematur, sepsis neonatal, penyakit paru-paru kronis, cedera otak yang menyebabkan cerebral palsy, dan cacat perkembangan saraf lainnya.

5. Janin Berhenti Berkembang

Pembatasan pertumbuhan janin pada akhir kehamilan dikaitkan dengan peningkatan morbiditas perinatal seperti:

Dokter kandungan sering menginduksi persalinan dalam kasus hambatan pertumbuhan intrauterin karena takut janin prematur dan kemudian lahir meninggal.

6. Jumlah Air Ketuban Tidak Cukup

Cairan ketuban sangat penting. Ini membantu janin berkembang dengan baik. Tidak memiliki cukup cairan ketuban adalah suatu kondisi yang disebut sebagai oligohidramnion.

Salah satu penyebab potensial adalah kebocoran cairan ketuban yang terus menerus karena selaput ketuban telah pecah.

Baca Juga: Pendarahan Saat Hamil, Cari Tahu Penyebab dan Cara Mengatasinya

Jika air ketuban tidak cukup beragam nutrisi, hormon, dan sel yang berfungsi untuk mendukung perkembangan janin.

7. Plasenta Terlepas

Plasenta adalah organ yang berkembang di dalam rahim selama kehamilan. Solusio plasenta terjadi ketika plasenta terpisah dari dinding bagian dalam rahim sebelum kelahiran.

Solusio plasenta dapat membuat bayi kekurangan oksigen dan nutrisi dan menyebabkan pendarahan hebat pada ibu. Dalam beberapa kasus, induksi persalinan diperlukan.

8. Obesitas

Obesitas pada ibu hamil dikaitkan dengan peningkatan risiko komplikasi terkait kehamilan untuk ibu dan bayi.

Hal ini dikaitkan dengan peningkatan kebutuhan untuk induksi persalinan, maupun tingkat operasi caesar yang lebih tinggi.

Baca Juga: Upacara Ngaben, Tradisi Ritual 'Pembakaran' Jenazah di Bali

Metode Induksi Persalinan

Induksi
Foto: Induksi (Babycenter.com)

Jika Moms membutuhkan induksi, dokter atau perawat biasanya melakukan beberapa metode sebagai berikut.

Umumnya serviks akan terbuka dengan sendirinya setelah Moms siap untuk melahirkan.

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb