01 Februari 2023

Sensory Processing Disorder pada Anak, Apa Artinya?

Anak dengan SPD bisa jadi terlalu sensitif atau justru sangat tidak sensitif
Sensory Processing Disorder pada Anak, Apa Artinya?

Pernahkan Moms mendengar tentang Sensory Processing Disorder (SPD)? Jika belum pernah, yuk cari tahu tentang Sensory Processing Disorder di sini!

SPD atau bisa juga disebut sensory integration dysfunction merupakan gangguan neurologis di mana informasi sensorik yang diterima seseorang, menghasilkan respon yang abnormal.

Proses sensorik mengacu pada cara sistem saraf menerima pesan dari indera manusia dan mengubahnya menjadi berbagai macam respon.

Bagi mereka yang mengalami gangguan sensorik, informasi sensorik yang masuk ke otak tidak ditata dalam respon yang sesuai.

“Mereka akan mempersepsikan atau merespon informasi sensorik secara berbeda dari kebanyakan orang lain,” jelas dr. Laura Djuriantina, Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik RS Pondok Indah – Pondok Indah.

Berdasarkan The Journal for Nurse Practitioners, anak-anak penderita SPD mengalami kesulitan dalam mendeteksi, mengatur, menafsirkan, dan merespons input indera.

Berbeda dengan orang yang memiliki gangguan penglihatan atau gangguan pendengaran, mereka yang mengalami gangguan sensorik sebenarnya dapat mendeteksi informasi sensorik namun diterima secara “campur aduk” di otak mereka.

Akibatnya respon yang keluar akan tidak sesuai dengan konteks.

Ingin tahu informasi lengkap mengenai Sensory Processing Disorder? Simak pembahasannya di bawah ini, ya Moms.

Baca Juga: 8 Jenis Gangguan Mental, Mulai dari Anxiety Disorder, Eating Disorder, hingga Gangguan Kepribadian

Apa Itu Sensory Processing Disorder?

Sensory Processing Disorder
Foto: Sensory Processing Disorder (www.lobe.ca)

Sensory Processing Disorder (SPD) adalah gangguan saraf yang diakibatkan oleh ketidakmampuan otak untuk mengintegrasikan informasi tertentu yang diterima dari sistem sensorik tubuh.

Orang yang memiliki kondisi ini akan bereaksi secara ekstrem terhadap hal-hal normal yang dia alami.

SPD bervariasi antara individunya, misal anak-anak dapat dilahirkan hipersensitif (terlalu responsif terhadap rangsangan), atau hiposensitif (kurang responsif terhadap rangsangan) yang dapat mengakibatkan penghindaran suatu aktivitas.

Namun, keduanya memiliki kesamaan yaitu dapat mengalami kesulitan dalam mengelola sensorik.

Anak dengan SPD biasanya memiliki tanda-tanda yang sangat terganggu sehingga mengalami masalah dengan kegiatannya sehari-hari.

Baca Juga: Stimulasi Sensorik dan Motorik Si Kecil, Saya Lakukan Baby Sensory Class Sendiri di Rumah

Penyebab Sensory Processing Disorder

Sensory Processing Disorder (Orami Photo Stock)
Foto: Sensory Processing Disorder (Orami Photo Stock)

Penyebab pasti dari masalah pemrosesan sensorik hingga saat ini belum teridentifikasi.

Namun, sebuah studi tahun 2006 menemukan bahwa hipersensitivitas terhadap cahaya dan suara mungkin memiliki komponen genetik yang kuat.

Kemudian penelitian lain juga menunjukkan bahwa anak-anak dengan masalah pemrosesan sensorik memiliki aktivitas otak yang tidak normal ketika mereka terpapar cahaya dan suara secara bersamaan.

Dengan adanya hasil tersebut membuat para dokter sedang mengeksplorasi hubungan genetik dan pemicu SPD, yang berarti itu bisa terjadi dalam keluarga.

Beberapa dokter percaya mungkin ada hubungan antara autisme dan SPD.

Ini bisa berarti bahwa orang dewasa yang menderita autisme lebih mungkin memiliki anak yang menderita SPD.

Namun, penting untuk dicatat bahwa kebanyakan orang yang menderita SPD tidak menderita autisme.

Baca Juga: 5 Tahap Penting Perkembangan Motorik Bayi, Apa Sudah Sesuai?

Tanda Sensory Processing Disorder pada Anak

Sensory Processing Disorder (Istockphoto.com)
Foto: Sensory Processing Disorder (Istockphoto.com)

Menurut dr. Laura Djuriantina, anak yang memiliki SPD juga akan berubah menjadi sosok yang sangat sensitif.

Pakaian mungkin akan selalu dirasa membuat gatal, lampu mungkin akan selalu terasa terlalu terang, suara mungkin akan terdengar terlalu keras, dan lain sebagainya.

Bukan tanpa sebab, beberapa hal yang disebutkan di atas ini muncul akibat Sensory Processing Disorder ini memengaruhi satu indera, seperti pendengaran, sentuhan, atau rasa dan mungkin mempengaruhi banyak indera secara bersamaan.

Seperti banyak kondisi gangguan mental lainnya, gejala gangguan pemrosesan sensorik ada dalam spektrum yang membuatnya berubah menjadi sosok yang sangat sensitif.

Tanda atau gejala anak dengan SPD yang terlalu sensitif muncul ketika mereka:

  • Pikirkan pakaian terasa terlalu gatal atau gatal
  • Pikirkan lampu tampak terlalu terang
  • Pikirkan suara terdengar terlalu keras
  • Pikirkan sentuhan lembut terasa terlalu keras
  • Rasakan tekstur makanan yang membuat mereka muntah
  • Memiliki keseimbangan yang buruk atau tampak canggung
  • Takut bermain ayunan
  • Bereaksi buruk terhadap gerakan tiba-tiba, sentuhan, suara keras, atau cahaya terang
  • Memiliki masalah perilaku

Si Kecil dengan SPD juga sangat mungkin dapat memiliki keseimbangan yang buruk atau tampak canggung, terkadang takut bermain di ayunan, bereaksi buruk terhadap gerakan yang tiba-tiba, atau sentuhan.

Terkadang gejala ini terkait dengan keterampilan motorik yang buruk juga. Anak dengan SPD mungkin mengalami kesulitan memegang pensil atau gunting.

Ia mungkin mengalami kesulitan menaiki tangga atau memiliki massa otot yang rendah. Ia juga mungkin mengalami keterlambatan berbicara atau kemampuan berbahasa yang lambat.

Pada anak yang lebih besar, gejala-gejala ini dapat merusak kepercayaan dirinya. Mereka dapat terisolasi secara sosial, dan lama kelamaan dapat memicu depresi.

Kebalikannya dari over sensitive yaitu kurang sensitif dapat juga terjadi pada anak yang memiliki SPD yang membuat mereka tidak responsif terhadap apa pun di sekitar mereka.

Anak-anak mungkin kurang sensitif (mencari sensor) jika mereka:

  • Tidak bisa duduk dia
  • Cari sensasi (suka melompat, ketinggian, dan berputar)
  • Bisa berputar tanpa pusing
  • Jangan menangkap isyarat sosial
  • Jangan mengenali ruang pribadi
  • Mengunyah benda-benda (termasuk tangan dan pakaian mereka)
  • Carilah stimulasi visual (seperti elektronik)
  • Memiliki masalah tidur
  • Tidak mengenali ketika wajah mereka kotor atau hidung meler

Jika Moms menemukan beberapa tanda yang sudah disebutkan di atas ada baiknya untuk segera melakukan konsultasi pada dokter.

Hal ini dilakukan agar Moms dapat mengetahui apa yang tengah dialami oleh Si Kecil.

Baca Juga: 5 Ide Permainan Sensorik Untuk Bayi 8 Bulan

Tes untuk Mengetahui Sensory Processing Disorder pada Anak

Konsultasi Dokter (Orami Photo Stock)
Foto: Konsultasi Dokter (Orami Photo Stock)

SPD pada anak dapat diketahui dengan melakukan beberapa tes. Tes yang harus dilalui untuk mengetahui SPD, antara lain:

  • Sensory Integration and Proxis Tests (SIPT)
  • Miller Function and Participation Scales (M-FUN)
  • Bruininks – Oseretsky Test of Motor Proficiency
  • Movement Assesment Battery for Children
  • Miller Assesment for Preschoolers (MAP)
  • Good – Oriented Assesment of Life Skills

Baca Juga: Mengenal Tes OAE, Tes Pendengaran untuk Bayi Baru Lahir

Sensory Processing Disorder (SPD) dan Tumbuh Kembang Anak

Sensory Processing Disorder (Orami Photo Stock)
Foto: Sensory Processing Disorder (Orami Photo Stock)

Anak dengan SPD seringkali kurang bisa mempertahankan konsentrasi untuk jangka waktu yang cukup lama, sehingga dapat berdampak dalam proses belajar. Berikut ulasannya.

1. Dianggap Anak Pemalas

Pengaruh SPD pada tumbuh kembang anak yang pertama adalah anak dianggap pemalas.

Hal ini terutama terjadi bila anak kurang dapat mempertahankan sikap duduk dengan postur tegak, duduk merosot, setengah berbaring atau membungkuk, dan menyandarkan kepala di meja.

Guru dan orangtua akan mengatakan bahwa anak ini pemalas.

“Saat diminta memperbaiki duduknya maka fokus anak terserap pada usahanya untuk mempertahankan duduk tegak, sehingga sulit untuk berkonsentrasi pada proses belajar,” jelas dr. Gitayanti Hadisukanto, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Konsultan Psikiatri Anak dan Remaja RS Pondok Indah – Pondok Indah.

2. Kurang Terampil

Pengaruh SPD pada tumbuh kembang anak yang selanjutnya adalah anak jadi kurang terampil.

Pada saat berolahraga pun anak akan kurang sigap dan kurang terampil secara motorik kasarnya, yang membuatnya tampak malas dan lemas.

Sehingga kemungkinan besar teman-temannya akan menolak mengikutsertakan anak dengan SPD, sehingga anak akan merasa tersisih, dikucilkan teman, yang akan berdampak pada pembentukan otonomi, rasa percaya diri, dan ketahanan menghadapi masalah.

Baca Juga: 5 Aktivitas Untuk Mengasah Keterampilan Lokomotor Anak

3. Tidak Bisa Memperkirakan Sesuatu

Pengaruh SPD pada tumbuh kembang anak yang selanjutnya adalah anak tidak bisa memperkirakan sesuatu.

Ada pula anak yang kurang bisa memperkirakan atau menghitung jarak dirinya terhadap sekitarnya.

Sehingga kita sering melihat anak dengan kondisi ini jalan akan menyenggol atau menjatuhkan benda-benda di sekitarnya.

Sering kali anak juga tidak mampu memperkirakan sejauh mana sentuhannya tidak menyakiti orang lain.

“Saat ingin menyentuh seseorang, orang lain merasakan bahwa dia mendorong atau memukul,” tambah dr. Gitayanti Hadisukanto.

Harus diketahui pula bahwa SPD seringkali gangguan yang tidak berdiri sendiri. Anak-anak dengan masalah tumbuh kembang seperti ASD dan ADHD juga sering kali disertai dengan SPD.

Pada kasus-kasus seperti ini, apabila hanya SPD saja yang ditangani, maka hasil perbaikannya juga akan lambat.

Tentunya gangguan-gangguan tumbuh kembang mutlak ditegakkan diagnosisnya dan diberikan penanganan yang sesuai, sehingga SPD pun akan teratasi dengan lebih optimal.

Baca Juga: 5 Permainan Seru untuk Bayi 7 Bulan

Tips Menghadapi Anak dengan SPD?

Orang Tua Berpelukan dengan Anak (Orami Photo Stock)
Foto: Orang Tua Berpelukan dengan Anak (Orami Photo Stock)

Dalam menghadapi anak-anak yang menderita SPD, dr. Gitayanti Hadisukanto memberikan beberapa tips-tips yang bisa membantu, di antaranya:

  • Konsultasikan anak dengan dokter spesialis di pusat penanganan tumbuh kembang (growth and development center).
  • Terapi yang dianjurkan sebaiknya dijalankan dengan teratur dan sabar.
  • Melatih di rumah sesuai home program yang diberikan.
  • Tidak memberikan pelayanan atau bantuan berlebihan pada anak (over-service).
  • Jangan lupa memberikan dorongan positif dan pujian atas keberhasilan atau kemajuan yang dicapai anak.

Nah, jika Moms dan Dads sudah melihat tanda-tanda SPD pada anak, tidak ada salahnya untuk mengajak Si Kecil berkonsultasi dan melakukan serangkaian tes.

Dengan mengetahui gejala SPD lebih awal, Moms dan Dads bisa lebih cepat memberikan penangan yang tepat untuk Si Kecil.

  • https://www.npjournal.org/article/S1555-4155(15)00448-1/fulltext
  • https://www.lanc.org.uk/related-conditions/sensory-integration-disorder-adhd-asd/
  • https://familydoctor.org/condition/sensory-processing-disorder-spd/
  • https://www.webmd.com/children/sensory-processing-disorder

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb