01 Maret 2024

Cerai dalam Islam, dari Hukum, Syarat, hingga Hak Asuh Anak

Ketahui juga jenis gugatan cerai, baik dari pihak suami maupun istri
Cerai dalam Islam, dari Hukum, Syarat, hingga Hak Asuh Anak
  • Perceraian untuk Suami

Perceraian tersebut sah apabila seorang suami berakal sehat, balig dan dengan kemauan sendiri.

Maka, jika suami tersebut menceraikan istrinya karena ada paksaan dari pihak lain, seperti orang tua ataupun keluarganya, maka perceraian tersebut menjadi tidak sah.

  • Rukun Perceraian untuk Istri

Seorang istri akan sah perceraiannya, jika akad nikahnya dengan suami sah dan dia belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya.

Pembagian Harta Cerai dalam Islam

Pembagian Harta Cerai Dalam Islam (Orami Photo Stock)
Foto: Pembagian Harta Cerai Dalam Islam (Orami Photo Stock)

Sebenarnya, dalam fikih Islam klasik tidak dikenal harta bersama bahkan jika terjadi perceraian, maka harus dilihat siapa pemilik hartanya.

Hal ini berbeda dengan fikih yang berlaku di Indonesia.

Di Indonesia, diatur dalam hukum Islam hasil ijtihad bangsa Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan perubahannya.

Lalu, juga dalam Lampiran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).

Dua peraturan perundang-undangan tersebut dapat disebut fikih, yaitu hasil ijtihad dengan sungguh-sungguh menghasilkan suatu rumusan hukum.

Keduanya hasil pemikiran para alim ulama dan umara’, sehingga dapat disebut “fikih Islam Indonesia”, dilansir Hukum Online.

Dalam Pasal 35 UU Perkawinan dikenal harta bersama. Dalam pasal tersebut, harta dalam perkawinan (rumah tangga) dibedakan menjadi:

  • Harta yang diperoleh selama perkawinan yang menjadi "harta bersama".
  • Harta bawaan masing-masing suami istri, baik harta tersebut diperoleh sebelum menikah atau dalam pernikahan yang diperoleh masing-masing sebagai harta pribadi, contohnya, hadiah atau warisan.

Harta pribadi sepenuhnya berada di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Demikian juga dalam Pasal 85 – Pasal 97 KHI, disebut bahwa harta perkawinan dapat dibagi atas:

  • Harta bawaan suami, yaitu harta yang dibawa suami sejak sebelum perkawinan.
  • Harta bawaan istri, yaitu harta yang dibawanya sejak sebelum perkawinan.
  • Harta bersama suami istri, yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan yang menjadi harta bersama suami istri.
  • Harta hasil hadiah, hibah, waris, dan shadaqah suami, yaitu harta yang diperolehnya sebagai hadiah atau warisan.
  • Harta hasil hadiah, hibah, waris, dan shadaqah istri, yaitu harta yang diperolehnya sebagai hadiah atau warisan.

Mengapa dua sumber hukum Islam yang berlaku di Indonesia mengakui ada harta bersama?

Sebab perkawinan itu dianggap sebagai bentuk syirkah, yaitu bersatu, berserikat untuk membentuk rumah tangga.

Dengan kata lain adalah percampuran atau berserikatnya dua orang dalam akad nikah untuk mengikatkan diri dan membentuk rumah tangga.

T. M. Hasbi Ash Shiddiqie dalam buku Pedoman Rumah Tangga (hal. 9) mengatakan, perkawinan menjadikan istri syirkatur rojuli filhayati.

Artinya, kongsi sekutu seorang suami dalam melayani bahtera hidup, maka antara suami istri dapat terjadi syarikah abadan (perkongsian tidak terbatas).

Itulah sebabnya di Pengadilan Agama ketika ada kasus cerai dalam Islam dan mempersoalkan harta yang diperoleh selama perkawinan, akan dipertimbangkan harta dalam perkawinan.

Hal tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 35 UU Perkawinan dan Pasal 85 – Pasal 97 KHI.

Baca Juga: 8 Golongan Mustahik Zakat, Kaum yang Berhak Menerima Zakat

Hak Asuh Anak saat Cerai dalam Islam

Faktanya, hampir semua pasangan yang bercerai umumnya telah memiliki anak.

Tentu saja, anak akan mendapatkan dampak yang paling besar terhadap cerai dalam Islam, terlebih jika usianya masih begitu belia dan belum banyak memahami persoalan rumah tangga.

Perebutan hak asuh pun tak terelakkan. Meski tak lagi tinggal bersama, setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk buah hatinya.

Baik ayah maupun ibu tentu memiliki cara tersendiri untuk mendidik anak, dan inilah yang menjadi penyebab utama hak asuh anak diperebutkan, dikutip Kantor Pengacara.

Dalam Islam, hak asuh anak di dalam perceraian disebut dengan hadhanah, yang artinya merawat, mengasuh, dan memelihara anak.

Hadhanah dikaitkan dengan upaya merawat, mengasuh, dan memelihara anak yang masih di bawah umur, sekitar kurang dari 12 tahun.

Menurut hukum cerai dalam Islam, ibu adalah orang yang paling berhak untuk mendapatkan hak asuh anak.

Ini disebabkan karena ibu menjadi sosok yang paling dekat dengan anak, mulai dari mengandung, melahirkan, hingga menyusui.

Ibu mendapatkan hak asuh anak sepenuhnya apabila anak masih di bawah umur atau berusia kurang dari 12 tahun.

Namun, ayah juga bisa mendapatkan hak mengasuh anak apabila ibu dinilai memiliki tabiat buruk yang membahayakan anak.

Sementara itu, apabila anak sudah baligh atau dewasa atau berumur di atas 21 tahun, dia sudah memiliki hak untuk memilih akan tinggal bersama ayah, ibu, atau hidup sendiri.

Yang perlu ditekankan mengenai cerai dalam islam: diperbolehkan tapi tidak disukai oleh Allah. Pertimbangkan hal tersebut jika tidak memiliki alasan syar’i untuk bercerai.

Baca Juga: Ari Wibowo Gugat Cerai Istri Setelah 16 Tahun Menikah!

Itulah Moms hukum, syarat sah, serta aturan cerai dalam Islam terkait pembagian harta dan hak asuh anak.

Semoga pernikahan Moms dan Dads selalu dilindungi Allah SWT dan terhindar dari perceraian.

  • https://www.hukumonline.com/klinik/a/harta-bersama-menurut-hukum-islam-dan-hukum-positif-indonesia-lt5f02d1a9e525c
  • https://kantorpengacara.co/hak-asuh-anak-setelah-perceraian

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb